Rabu, 15 Februari 2012

Tak Pakai Sandal, Ditahan Polisi

jaman doeloe


By: Silvester Rommy

Minggu itu, bukan hari kelabu bagi saya meskipun sejenak saya harus mendapat sedikit interogasi oleh polisi Kerajaan Malaysia, tetapi justru menjadi sejarah baru dalam hidupku.

Saya memang mempunyai hobby aneh, yakni malas menggunakan sandal. Hal itu saya lakukan bukan karena saya mengidap suatu penyakit atau melakukan suatu terapi, apalagi menuntut ilmu black atau white magic. Tetapi, hanya semata-mata hobby saja. Biasalah, sedikit meniru semangat hidup Mahatma Gandi, teman Indiaku itu loh, yang menolak kapitalisme penjajah. Saya sih mau tampil sederhana saja, seperti layaknya orang kampung. Saya tidak memakai sandal sudah sejak 7 tahun yang lalu. Lumayankan, uang tidak keluar untuk beli sandal.

Setelah seharian melakukan perjalanan dari kota Putussibau, saya harus melepas lelah dahulu di Badau, Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat sebelum memasuki kota Lubuk Antu, Serawak. Besok harinya, setelah mengurus “surat putih” (selembar surat ijin masuk ke Malaysia) saya dan ipar kecilku Fery meluncur dengan menggunakan motor Yamaha King. Pos polisi Indonesia dan pos Libas, kami lalui tanpa rintangan.

Selanjutnya, kami mendapatkan pemeriksaan di pos jaga polisi Kerajaan Malaysia. Setelah surat menyurat kami diperiksa kami pun langsung meluncur. Baru saja 5 meter perjalanan polisi sudah berteriak memanggil kami: “cek…cek…cek…. stop sejenak! Kami pun langsung berhenti. “ada apa, tuan!” kataku sambil turun dari motor dan berjalan menghampiri mereka.
“eh…. Apa hal you tak pakai selipar!”(sebutan untuk sandal) kata polisi jaga Malaysia itu.
 “saya memang macam ini, tuan!” sahutku.
 “You orang punya penyakitkah?” katanya lagi.
“Tidak tuan!” kataku.
“Di Indon sana, apa you pejabat?” tanyanya lagi.
“bukan tuan, saya cuman cek gu (guru)!”
Begitu mendengar saya cek gu atau guru, polisi Malaysia itu langsung hormat, yakni dengan mengangkat tangan di samping kepalanya kepada saya. “Silahkan masuk cek gu, hati-hati dalam perjalanan?” katanya sopan.
“Terima kasih, tuan!” kataku sampil tancap gas……..

Di seberang sana, Malaysia, seorang cek gu atau guru sangat dihormati oleh masyarakatnya! Para guru mendapatkan gaji dan tunjangan yang sangat layak. Mereka bisa “melon” atau membayar ansuran perumahan dan mobil hanya dari gaji saja.

Sementara di Negara kita, guru baru mendapatkan perhatian dari pemerintah. Tambahan penghasilan bagi guru harus didapatkan dengan susah payah dan dengan persyaratan yang sangat berbelit-belit, rumit. Kesenjangan penghasilan antar sesama guru masih terbentang luas. Beberapa guru sudah menikmati tambahan penghasilan dari tunjangan profesi, tetapi di sisi lain,  masih banyak guru yang mengayuh sepedanya untuk mengajar…….. Umar Bakrie…… Umar Bakrie….. meski pun banyak ciptakan mentri, tapi kamu tetap pahlawan tanpa tanda jasa.

Pahlawan yang berjasa saja tak dihargai, apalagi tanpa tanda jasa…. Siapa yang peduli?????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar